ASRI "Asal Sudah Rahinan Ijin"

"Tidak profesional". Terkadang sebutan itu sering di alamatkan pada orang bali yang bekerja di perusahaan suasta. Sebutan ini cukup beralasan ketika sebuah perusahaan membutuhkan tenaganya untuk menyelesaikan suatu permasalahan, tetapi karyawan tersebut ijin cuti tidak bisa bekerja karena ada upacara adat dirumahnya. Tetapi apa mau dikata masyarakat Bali modern kini dihapapkan pada pilihan harus ngayah atau memilih berangkat bekerja ke kantor. Disatu sisi harus melakukan kewajiban ngayah sesuai dengan swadarma atau awig di desanya. Di sisi lain harus mengutamakan sikap profesionalis untuk perusahaan.

Terlepas dari itu semua mari kita pikirkan kenapa Bali bisa seperti saat ini.? Pariwisata Bali merupakan jet pendorong pembangunan di Bali. Pembangunan terjadi dimana-mana. Tebing-tebing di Nusa Dua harganya bisa mencapai milyaran rupiah. Perekonomian tumbuh dengan pesat. Saya kutip dari BPPS  "Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Bali pada Februari 2013 mencapai 1,89 persen, mengalami penurunan dibanding TPT Agustus 2012 sebesar 2,04 persen dan TPT Februari 2012 sebesar 2,11 persen".  Ibarat gula dengan semut. Hal ini tentunya menjadi daya tarik bagi penduduk pendatang. Ribuan penduduk tetangga berduyun-duyun datang ke Bali untuk mengadu nasib.

Tetapi apakah yang menyebabkan pariwisata di Bali berkembang pesat? Sudah pasti banyak orang menyebutkan alamnya yang indah. Namun disamping alam yang indah budaya bali adalah faktor yang menyebabkan Bali banyak dikunjungi oleh wisatawan. Banyak daerah lain di Indonesia yang memiliki alam yang indah, pantai yang indah, bangunan-bangunan bersejarah, tapi karena Budaya Bali yang unik inilah ribuan wisatawan baik domestik maupun mancanegara berkunjung ke Bali. Orang bali dari mulai lahir sampai meninggal dibuatkan upacara, pantai indah dengan background Umat Hindu sedang melasti, jalan kecil yang dilewati iringan para gadis pergi ke Pura dengan pakian adat Bali, suasana gotong royong "ngayah" di Banjar. Itu semua yang membedakan Bali dengan daerah lainnya di Indonesia. Singkat kata budaya inilah yang menyebabkan turis-turis berdatangan kebali, sehingga pariwisata bali mampu menjadi tulang punggung perekonomian di Bali.

Yang menjadi dilema saat ini adalah beberapa dari "Masyarakat Bali" beranggapan bahwa budaya ini merepotkan. Karena mereka harus meluangkan waktunya untuk tidak berangkat ke kantor "ijin" kalau misalnya ada rahinan, ngayah ke Pura, atau acara-acara adat lainnya. Disamping itu banyak pimpinan perusahaan merasa kesal kepada bawahannya karena banyak karyawannya yang tidak bekerja pada hari raya besar/Rahinan. Bahkan orang bali pun ketika membangun sebuah rumah terkadang enggan menggunakan jasa buruh bangunan yang berasal dari Bali alasannya takut bangunannya lama selesai karena di tinggal ngayah oleh para pekerja bangunannya. Apakah orang Bali tidak professional?

Saya kutip dari sebuah artikel di KulkulBali "Bila kemudian muncul keluhan tentang profesionalisme orang Bali dilihat dari jam kerjanya, pertanyaan itu sebenarnya bisa dibalik. Bisakah para penanam modal mendapat hasil yang manis dari Bali seandainya Bali tak punya keunikan budaya? Bisakah negara mendapatkan pendapatan pajak yang besar dari Bali bila ia tak punya daya magnit yang bernama budaya? Upacara itu adalah bagian integral dari budaya. Bersama-sama dengan tarian, ukiran, musik, sampai lawar-nya. Pemangku kepentingan di Bali musti paham itu, bahwa beban budaya yang dipikul masyarakat Bali (terutama lewat upacara-upacaranya) adalah trade-off, kekurangan di satu sisi yang membawa kelebihan di banyak sisi lain".

Saya baca dari sebuah blog mahasiswa yang kuliah di Eropa. Di Belanda, sebagian besar dari toko-toko buka mulai jam 10 pagi sampai dengan 5 sore. Mereka akan tutup lebih malam satu hari dalam satu minggu. Sebagian besar toko juga akan tutup pada hari Minggu. Beda di Belanda beda di Italia pada saat puncak musim panas tanggal 15 Agustus (Ferragosto), masyarakat Italia umumnya libur selama dua minggu. Mereka umumnya pergi berlibur ke tempat yang sejuk atau dingin seperti pantai dan gunung. Dengan demikian hampir semua toko dan kantor tutup, jalan-jalan pun lengang. Selain itu periode antara Hari Natal sampai Tahun Baru, masyarakat Italia umumnya mengambil cuti libur. Hal ini saya simpulkan bahwa setiap daerah punya budayanya masing-masing, karena kita berada di daerah tersebut kita harus menghormati budaya daerah tersebut. Toko-toko di Belanda akan buka jam 10 dan tutup jam 5 Sore,  masyarakat italia akan libur dua minggu saat puncak musim panas, dan orang-orang bali akan ijin jika ada rahinan.

Harus kita sadari bahwa semua usaha yang ada di Bali tergantung pada sektor pariwisata, dan pariwisata Bali bergantung pada Budaya Bali itu sendiri. Bali tidak seperti di Jawa, Sumatra, Kalimatan atau Papua yang memiliki banyak pabrik dan pertambangan yang bisa menampung jutaan tenaga kerja. Bayangkan saja ketika terjadi Bom Bali I. Pariwisata di Bali lumpuh. Banyak karyawan yang usahanya bergantung pada pariwisata di rumahkan. Tentunya hal ini berpengaruh pada sektor ekonomi lainya.

Semoga nanntinya kita sadar budaya inilah yang menyebabkan Bali bergerak maju. Saya sadari artikel ini jauh dari sempurna. Untuk itu saya mohon maaf jika ada kekeliruan. Akhir kata jaya terus budaya Bali.




Artikel Terkait

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Copyright © Bagibagiblog